Kisah Sedih Yahoo dan Realitas Bisnis Teknologi yang Kejam

Siapapun yang terjebak di zona nyaman, bertahan dengan ide-ide lama dan tidak melakukan inovasi baru maka siap-siap saja untuk tertinggal dibelakang. Begitulah realitas bisnis teknologi yang kejam.
Sudah banyak contoh perusahaan yang dulunya begitu populer namun kini tinggal sejarah. Siapa yang tidak kenal Nokia? yang dulunya menguasai pasar ponsel. Atau Friendster pada masanya? yang merupakan pionir media sosial. Namun hanya dalam waktu singkat, mereka disalip pesaingnya dan kini hanya tinggal kenangan manis.
Kembali ke topik, Yahoo yang dulunya bigitu populer dan menguasai bisnis internet, kerena terjebak di zona nyaman dan tidak melakukan inovasi baru, akhirnya disusul oleh Google dan Facebook yang dulunya hanyalah perusahaan kecil saat Yahoo sudah merajai internet. Padahal dulu Yahoo punya kesempatan untuk mengakuisisi Google dan Facebook saat masih baru muncul di bisnis internet.
Lalu di mana posisi Yahoo sekarang? Sempat dihargai USD 125 miliar (Rp 1,6 Kuadriliun) pada tahun 2000, kini Yahoo telah diakuisisi oleh Verizon hanya dengan harga USD 4,83 miliar (Rp 4,6 Triliun). Sangat JAUH dari nilai Yahoo di masa jayanya.
Adapun pelajaran yang bisa dipetik dari lengsernya “raja” Yahoo dari tahta kerajaan internet adalah perusahaan teknologi muncul dan tenggelam. Bahkan perusahaan raksasa internet saat ini tidak menjamin akan terus berkuasa di masa depan.
Sang pendiri Google, Larry Page, juga menyadari hal ini, Itulah sebabnya dia memajang kerangka T-Rex asli di halaman depan kantornya. Larry Page tidak ingin nasib Google nantinya sama dengan T-Rex yang dulunya dikenal sebagai “Dinosaurus Terkuat” namun kini hanya tinggal kenangan sejarah.
Kisah Sedih Yahoo
Kisah Yahoo bermula puluhan tahun lalu, tepatnya di tahun 1994. Jerry Yang, imigran asal Taiwan yang baru lulus dari Stanford berduet dengan David Filo, seorang programmer pendiam dari Lousiana. Mereka membuat semacam direktori website bernama David’s Guide to the World Wide Web.
Direktori itu disukai pengguna internet. Tahun berikutnya, Sequoia Capital menyuntikkan modal untuk perusahaan yang kemudian berganti nama menjadi Yahoo, lalu menunjuk mantan eksekutif Motorola, Tim Kogle, sebagai CEO. Jerry Yang dan David Filo sendiri masih banyak terlibat.
Masa itulah Yahoo berjaya tanpa tandingan. Tahun 1998, Yahoo adalah website paling populer dan telah berjualan saham di bursa. Pada Januari 2000, harga saham Yahoo mencapai titik puncak senilai USD 118.
Namun kemudian, terjadilah apa yang disebut sebagai dotcom bubble di mana banyak perusahaan internet bertumbangan. Harga saham Yahoo di tahun 2001 bahkan anjlok sampai USD 8.
Beruntung, Yahoo mampu bertahan di masa-masa sulit tersebut. Tampuk kepemimpinan berganti dengan ditunjuknya Terry Semel, mantan eksekutif Warner Brothers, sebagai CEO menggantikan Kogle.
Di masa inilah, Yahoo melewatkan kesempatan besar yang pasti mereka sangat sesali. Dilansir dari Economic Times, Yahoo di tahun 2002 bisa saja mengakuisisi Google. Namun karena kurang gigih, aksi akuisisi tersebut tidak pernah terjadi.
Kemudian di tahun 2006, Yahoo juga hampi mengakuisisi Facebook. Namun Semel menurunkan tawaran dari USD 1 miliar ke USD 850 juta. Mark Zuckerberg yang sebenarnya memang kurang berniat menjual Facebook akhirnya benar-benar mantap menolak tawaran Yahoo.
Seperti diketahui, Google dan Facebook kemudian menjadi raksasa yang melahap bisnis Yahoo. Kedua perusahaan itu tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu alasan mengapa Yahoo terpuruk di kemudian hari.
Tentu saja tidak semua strategi Yahoo gagal. Pada tahun 2005, Jerry Yang mengatur pembelian 40% saham perusahaan e-commerce asal China, Alibaba, senilai USD 1 miliar.
Sebuah pembelian berisiko, namun kemudian sukses besar karena Alibaba berkembang jadi raksasa e-commerce di China. Saat ini, saham Yahoo di Alibaba itu nilainya sekitar USD 80 miliar, jauh lebih besar dari nilai Yahoo sendiri.
Waktu pun berlalu. Tahun 2008, Yahoo mulai menunjukkan tanda-tanda kemunduran. Microsoft datang memberi penawaran senilai USD 44,6 miliar. Namun ditolak oleh Jerry Yang yang saat itu CEO Yahoo, karena menganggap tawaran itu terlampau rendah.
Penolakan itu terbukti kebijakan yang salah dan lagi-lagi berujung penyesalan, karena nilai Yahoo terus menurun. Tiga tahun setelah tawaran Microsoft itu, kapitalisasi pasar Yahoo hanya USD 22,24 miliar.
Begitulah, Yahoo tak pernah mampu bangkit seperti zaman keemasannya dahulu walau sudah bergonta-ganti CEO. Kapitalisasi pasar mereka makin anjlok, PHK terpaksa dilakukan dan operasional kantor di berbagai negara termasuk Indonesia ditutup.
Kisah Yahoo sebagai perusahaan mandiri pun berakhir setelah diakuisisi oleh Verizon dengan angka hanya USD 4,83 miliar.